Ancaman Ganda Iklim: El Nino Mereda, La Nina Mengintai
Setelah berbulan-bulan Indonesia menghadapi dampak kekeringan dan suhu panas akibat fenomena El Nino, kini muncul tanda-tanda meredanya pola iklim tersebut. Namun, di balik kabar baik ini, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengindikasikan potensi munculnya La Nina yang dapat membawa curah hujan ekstrem. Transisi dari El Nino yang menyebabkan kemarau panjang ke La Nina yang berpotensi memicu hujan lebat ini menghadirkan tantangan ganda bagi Indonesia, menuntut kewaspadaan dan persiapan yang matang di berbagai sektor, terutama pertanian, ketahanan pangan, dan mitigasi bencana.
Dampak Warisan El Nino di Nusantara
El Nino, fenomena pemanasan suhu muka laut di Samudera Pasifik bagian tengah dan timur, telah menyebabkan musim kemarau di Indonesia berlangsung lebih panjang dan intens dibandingkan biasanya. Dampaknya terasa di seluruh penjuru negeri, khususnya di sektor pertanian. Banyak petani mengalami gagal panen akibat kekurangan air, menyebabkan produksi pangan menurun dan memicu kenaikan harga komoditas tertentu. Kekeringan juga memicu krisis air bersih di sejumlah daerah, memaksa warga mengandalkan pasokan air dari jauh atau bantuan pemerintah.
Selain itu, El Nino turut berperan dalam peningkatan risiko kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) yang masif, terutama di Sumatera dan Kalimantan. Asap dari Karhutla tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga menyebabkan masalah kesehatan serius berupa infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan mengganggu aktivitas ekonomi serta transportasi. Sektor perikanan juga merasakan dampaknya, dengan perubahan pola migrasi ikan yang memengaruhi hasil tangkapan nelayan.
Menanti La Nina: Persiapan dan Potensi Risiko
Saat El Nino mulai menunjukkan pelemahan, perhatian kini beralih ke kemungkinan munculnya La Nina, kebalikan dari El Nino yang ditandai dengan pendinginan suhu muka laut di Pasifik ekuator. Jika La Nina benar-benar terbentuk, Indonesia berpotensi mengalami peningkatan curah hujan di atas normal. Meskipun curah hujan tinggi dapat mengisi kembali cadangan air yang terkuras selama El Nino, fenomena ini juga membawa risiko serius.
Peningkatan intensitas hujan dapat memicu bencana hidrometeorologi seperti banjir bandang, banjir rob di wilayah pesisir, dan tanah longsor, terutama di daerah-daerah dengan topografi rentan atau daerah aliran sungai yang padat penduduk. Infrastruktur dapat rusak, dan aktivitas masyarakat bisa lumpuh. Kesiapsiagaan pemerintah daerah dan masyarakat menjadi krusial, mulai dari pembersihan saluran air, pemantauan daerah rawan longsor, hingga penyediaan tempat evakuasi. Sektor pertanian, yang baru saja pulih dari kekeringan, harus bersiap menghadapi ancaman banjir yang bisa merusak tanaman dan mengganggu masa tanam.
“Perubahan iklim global membuat fenomena El Nino dan La Nina menjadi lebih ekstrem dan sulit diprediksi. Kesiapan kita dalam menghadapi dua sisi mata uang ini—kekeringan ekstrem dan curah hujan berlebih—adalah kunci untuk meminimalisir dampaknya terhadap masyarakat dan perekonomian nasional,” ujar seorang pakar klimatologi dari BMKG.
Strategi Mitigasi dan Adaptasi Jangka Panjang
Menghadapi dualitas ancaman iklim ini, Indonesia perlu mengimplementasikan strategi mitigasi dan adaptasi yang komprehensif. Pertama, penguatan sistem peringatan dini menjadi sangat penting, memungkinkan BMKG dan lembaga terkait untuk memberikan informasi yang akurat dan tepat waktu kepada masyarakat serta pemerintah daerah. Informasi ini harus mudah diakses dan dipahami agar warga dapat mengambil tindakan pencegahan yang diperlukan.
Kedua, pengelolaan sumber daya air harus ditingkatkan. Selama El Nino, upaya konservasi air, pembangunan embung, dan revitalisasi saluran irigasi sangat dibutuhkan. Saat La Nina, sistem drainase yang baik dan pembangunan waduk pengendali banjir menjadi prioritas. Ketiga, sektor pertanian perlu mengembangkan praktik pertanian yang lebih adaptif terhadap perubahan iklim, seperti diversifikasi tanaman yang tahan kekeringan atau banjir, serta penerapan teknologi irigasi cerdas. Program ketahanan pangan juga harus diperkuat untuk mengantisipasi gejolak pasokan.
Terakhir, edukasi publik tentang risiko dan cara menghadapi bencana iklim adalah fondasi penting. Masyarakat yang sadar akan potensi bahaya lebih siap dalam melindungi diri dan lingkungannya. Dengan kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, Indonesia dapat lebih tangguh dalam menghadapi ketidakpastian iklim yang kian ekstrem.
- El Nino menyebabkan kekeringan berkepanjangan, gagal panen, dan Karhutla di Indonesia.
- Transisi ke La Nina berpotensi membawa curah hujan tinggi, memicu banjir, dan tanah longsor.
- Sektor pertanian, pangan, dan kesehatan masyarakat menjadi yang paling rentan terhadap perubahan pola iklim ini.
- Pemerintah dan masyarakat perlu memperkuat sistem peringatan dini, pengelolaan air, dan mitigasi bencana hidrometeorologi.
- Adaptasi jangka panjang meliputi praktik pertanian berkelanjutan, rehabilitasi lingkungan, dan edukasi publik tentang risiko iklim.



